Jumat, 06 November 2009

menjaga diri

Kata "Iffah" pertama kali aku kenal dari lidah seorang kawanku yang baik, al-Akh Muhammad Yusran Mukrim. Siang itu, kebetulan dari Masjid Pondokan Unhas, dan diajak mampir ke kost-nya. Buku-buku lintas pemikiran, banyak di situ, seperti Nietzshe yang bilang "Tuhan telah Mati", Bung Karno dengan "Di Bawah Bendera Revolusi" hingga jejeran kitab-nya seorang tokoh al-Ikhwan, Sa'id Hawwa.

Kata Iffah secara mudah, dipahami sebagai "menjaga diri." Ajaran tentang menjaga diri terasa begitu penting bagi kita saat ini. Kenapa? Karena, dunia kita yang begitu bercampur antara satu dan lainnya, rentan untuk tergoda dalam jebakan-jebatan syahwati-hayawani, jauh dari kualitas insani nan hakiki.

***

Beberapa waktu lalu, seorang pengguna Facebook mengambil keputusan untuk "mendelete foto-fotonya dari Facebook!" Kenapa? Kata si user, ada saja fitnah yang muncul dari foto. Apakah dengan begitu, foto yang dipajang di Facebook menjadi haram? Belum, dan tidak fatwa tentang itu. Namun, yang menarik dari keberanian sang user perempuan untuk mendelete foto-fotonya adalah karena ingin "MENJAGA DIRI DARI KEMUNGKINAN FITNAH."

Diri kita ini punya dua kecenderungan, demikian kata murobbiku dulu saat "diprospek" untuk ikutan Tarbiyah. Apakah itu? "Pertama adalah FUJUR." Semua manusia punya potensi untuk menjadi fujur atau pendosa. Kalau para nabi, walau mereka salah, Allah menjaga mereka. Tapi, kita-kita ini, kalau salah langkah bisa-bisa jadi orang yang fujur penuh dosa.

Kecenderungan kedua, kata murobbiku itu, adalah TAKWA. Disamping fujur, juga ada jalan takwa. Artinya, disini Allah memberitahukan kepada kita semua bahwa kita itu bisa menjadi orang yang bejat dan laknat, tapi bisa juga jadi orang yang takwa dan mulia. Antara kedua hal ini, menjadi pilihan kita untuk mau jadi apa. Tapi, di ayat selanjutnya dalam surat as-Syams, Allah tunjukkan bahwa dari kedua hal itu, "beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya, dan merugilah yang mengotorinya." Artinya, kalau mau untung, maka ikutilah Takwa (seberat apapun itu!), namun kalau mau jadi orang yang rugi alias bangkrut, maka ikutlah kecenderungan untuk fujur dan berdosa.

***

Di lain waktu, seorang pengguna Facebook juga kaget. Kenapa? Beberapa fotonya dikopi oleh orang lain. Apakah salah? Sekilas, kita merasa tidak salah. "Ah, tidak apa-apa kita kopi foto teman Facebook kita," begitu katanya. Lagian, lanjut si user itu, mungkin dalam hatinya, "foto itu kan cuma koleksi saja."

Kalau seorang istri mengkoleksi foto suaminya, itu tidak masalah. Kalau adik, atau keluarga meng-kopi foto saudaranya, itu juga tidak masalah. Namun, kalau seorang yang bukan muhrim, sebutlah laki-laki meng-kopi foto seorang perempuan, apakah itu bermasalah? Ada saja yang bilang, untuk keperluan belajar photoshop, "ya kan kita lagi belajar meng-crop dan retouching foto, jadi tidak apa-apa." Namun, perkataan dan niat itu, tentu saja, disadari atau tidak, RENTAN untuk terjerumus pada tindakan FUJUR di atas.

Kalau kita mau jujur, marilah kita lihat baik-baik isi komputer-komputer kita. Isi USB-USB, CD, hardisk internal maupun eksternal. Apakah isi fasilitas-fasilitas itu adalah hal-hal yang diridhoi Allah atau tidak?

Dulu, saya masih ingat sekali, di sebuah sekretariat gerakan mahasiswa, ada yang cerita, tentang betapa menurunnya IFFAH di kalangan para aktivis. Jika di tahun 80-an, kata temanku itu, ikhwan dan akhwat-nya pada menjaga pandangan, tidak "langsung-langsung aja", tapi kini, seiring dengan jaman keterbukaan, kita menjadi terbuka, yang di titik tertentu: hati menjadi morat-marit dan ghaddul bashor lenyap!

Lantas, dimana IFFAH itu berada?

***

Iffah, adalah menjaga diri. Apapun yang kita kerjakan, hatta sekecil apapun itu, akan dipertanggungjawabkan di hari akhirat.

Suatu waktu, di jaman yang sudah lama banget (kata orang Makassar: "lama sekalimi"). Nabi Musa as. dikejar-kejar oleh tentaranya Fir'aun. Akhirnya, sang nabi lari, jadi seorang "wanted" oleh diktator Fir'aun. Di sebuah pohon, beliau istirahat. Di tempat yang tidak seberapa jauh, ada dua orang putri dari Nabi Syu'aib yang antri nunggu giliran untuk ambil air di sumur. Karena ada kendala, akhirnya Nabi Musa membantu keduanya.

Setelah kedua putri itu pulang ke rumahnya. Keduanya cerita sama ayahnya tentang kebaikan seorang lelaki yang membantu keduanya untuk memindahkan sebuah penutup sumur (yang biasanya diangkat oleh dua lelaki kuat). Sang Nabi meminta kepada salah seorang dari keduanya untuk segera berangkat ke tempat tadi, ketemu dengan laki-laki itu, bilang bahwa kamu dipanggil ke rumah. Dalam perjalanan itu, kan cuma dua orang. Mulanya si perempuan di depan, tapi suatu ketika ada pakaian si perempuan yang keliatan karena terpaan angin. Akhirnya, Nabi Musa minta agar beliau yang di depan. Si perempuan dari belakang memberi kode saja dari lemparan batu kecil, apakah ke kanan atau kiri.

Sebenarnya, bisa aja sih Nabi Musa ajak ngobrol lama-lama dengan "akhwat" (dalam bahasa gerakan Islam dewasa ini) anak Nabi Syu'aib itu. Tapi, itu tidak dipilihnya. Kesempatan untuk berdua-duaan, ngobrol dari yang JELAS sampai yang NGGAK JELAS, bisa. Namun, jiwa IFFAH dari keduanya membuatnya lebih takut pada Allah ketimbang menikmati dosa.

***

Facebook kita, sekarang lagi nge-trend. Nggak tua, nggak muda, mereka fesbukan juga. Ada yang gunakan untuk baik-baik, ada juga yang gunakan untuk "memperkaya tumpukan dosanya agar bisa lancar-lancar aja masuk neraka." Apakah ada? Jelas! Facebook, atau dunia maya itu sama dengan dunia nyata. Pelacuran ada di beberapa tempat, di dunia maya juga, ada. Na'udzubillahi min dzalik. Kalau dakwah ada di alam nyata, di dunia maya juga ada. Orang bener ada, yang nggak bener atau bahasa lainnya "keblinger", juga banyak.

Sebagai muslim, dimanapun kita berada, aturan-aturan Islam, baiknya (dan seharusnya) tidak kita enyahkan. Janganlah sampai, kita capek-capek begadang (yang boleh aja, kata Bang Oma, "asal ada perlunya..") tapi apa yang kita kerjakan itu (status, koment-koment, video, chatting dll) menjadi seperti debu yang beterbangan begitu saja, gak ada pahalanya sedikitpun!

"Demi masa, Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran " (QS. al-Ikhlash 1-3)

Dari ayat ini, Allah katakan pada kita semua, kita semua ini akan merugi alias--dalam bahasa kita-nya, "Bangkrutzz" (pakai zzz biar lebih gaulz)--, kecuali:

1). Beriman
2). Beramal Shaleh
3). Saling Menasehati dalam kebenaran dan kesabaran

Artinya, dalam konteks Facebook, apakah yang kita kerjakan ada unsur "Iman, Amal, dan Nasehat" atau tidak? Kalau nggak ada, maka, jangan-jangan, KITA TERMASUK ORANG YANG MERUGI. Mau? **

1 komentar: